Kamis, 21 November 2024
Hotline : (0285) 421042

Latar Belakang

Pemberantasan    pungli sebenarnya bukan  suatu  hal  baru, melalui   Reformasi Birokrasi yang terus melakukan berbagai upaya  membangun tata kelola pemerintahan  yang  baik dan  bersih  (good governance  and  clean  government).  Salah satu      upaya      itu      dilakukan   dengan membangun   Zona   Integritas   (ZI)   menuju Wilayah   Bebas   dari   Korupsi   (WBK)   dan Wilayah  Birokrasi  Bersih  Melayani  (WBBM).

Hal     ini     tentu     saja     bertujuan     untuk membangaun  unit  layanan  yang  baik  serta Aparatur  Sipil  yang akuntabel  dan berintegritas    tinggi. Secanggih    apapun sistem  pemerintahan,  namun  jika  Sumber Daya Manusia  (SDM)    tidak memiliki integritas,  maka  praktek  pungli  akan  tetap ada.

Dibentuknya  Satgas  Saber Pungli  di  Pemerintah Kota Pekalongan  bertujuan  untuk menjaga kesadaran  pegawai  dengan  terus menjaga nilai-nilai integritas dan akuntabilitas. Salah   satu   faktor   yang   berpengaruh terhadap terjadinya pungli       adalah Akuntabilitas   dan    Integritas aparatur.

Nilai akubilitas atau accountable merupakan  konsep  yang berkenaan  dengan  standar  eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan oleh birokrasi publik.  Karenanya  akuntabilitas  ini disebut    tanggungjawab    yang    bersifat objektif,  sebab   birokrasi dikatakan accountable bilamana  dinilai  baik oleh penguna layanan/masyarakat dan dapat    mempertanggungjawabkan segala macam perbuatan, kepada pihak kekuasaan    dimana    kewenangan yang  dimiliki  itu  berasal. Sedangkan  nilai Integritas adalah kunci utama untuk memberantas   pungli.

Karakter integritas pada dasarnya meliputi  kejujuran, kemandirian,  dan kedisiplinan. Karakterkarakter  inilah  yang  harus  dimiliki agar  seseorang  dapat  bebas  dari  pungli  dan korupsi.

Tanpa adanya integritas dalam diri seseorang, hampir mustahil pungli dapat diberantas.   Sesempurna   apapun   sebuah sistem   akan   menjadi   sistem   yang   korup apabila  dijalankan  oleh  orang-orang  yang tidak  berintegritas.

Oleh  karena  itu,  aspek integritas   dalam   organisasi   sektor   publik harus  menjadi  perhatian  utama  sehingga dapat  menghasilkan  organisasi  publik  yang bebas dari praktek korupsi.

Pungutan liar (Pungli) termasuk dalam kategori kejahatan jabatan, Dalam rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 423 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 (Tindak Pidana Korupsi), menjelaskan definisi Pungutan Liar adalah suatu perbuatan yang dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Istilah lain yang dipergunakan oleh masyarakat mengenai pungutan liar atau pungli adalah uang sogokanuang pelicinsalam  tempel”  dan lain-lain. Pungli pada hakekatnya adalah interaksi antara petugas dengan masyarakat yang didorong oleh berbagai kepentingan pribadi.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan pungli, yaitu: 

  1. Penyalahgunaan wewenang.
    Jabatan atau kewenangan seseorang dapat melakukan pelanggaran disiplin oleh oknum yang melakukan pungutan liar.
  2. Faktor mental.
    Karakter atau kelakuan dari pada seseorang dalam bertindak dan mengontrol dirinya sendiri.
  3. Faktor ekonomi.
    Penghasilan yang bisa dikatakan tidak mencukupi kebutuhan hidup tidak sebanding dengan tugas/jabatan yang diemban membuat seseorang terdorong untuk melakukan pungli.
  4. Faktor kultural & Budaya Organisasi.
    Budaya yang terbentuk di suatu lembaga yang berjalan terus menerus menyebabkan pungli dan penyuapan menjadi hal biasa. 
  5. Terbatasnya sumber daya manusia.
  6. Lemahnya sistem kontrol dan pengawasan oleh atasan/atasan membiarkan karena menjadi salah satu mata rantainya

Untuk mengatasi permasalahan pungli tersebut dengan menimbang bahwa praktik pungutan liar telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efisien, dan mampu menimbulkan efek jera.